Monumen dan Museum PETA Bogor

Patung Sudancho Supriadi di halaman depan Monumen dan Museum PETA, yang diresmikan pada 9 Agustus 2010, bertepatan dengan diserahkannya Monumen dan Museum PETA oleh Yayasan PETA Bogor kepada pemerintah, dan pengelolaan selanjutnya diserahkan kepada TNI Angkatan Darat.
PETA, Pembela Tanah Air (Kyodo Bo-ei Giyugun), adalah sebuah pasukan tentara pribumi yang dibentuk oleh Jepang saat menduduki Indonesia dalam Pearng Pasifik. Tentara PETA dibentuk pada 3 Oktober 1943 berdasarkan maklumat Osamu Seirei No 44 yang diumumkan Panglima Tentara Keenambelas, Letnan Jendral Kumakichi Harada, sebagai Tentara Sukarela. Pelatihan pasukan PETA dipusatkan di kompleks militer Bogor yang diberi nama Jawa Bo-ei Giyûgun Kanbu Resentai, di tempat dimana Monumen dan Museum PETA sekarang berada.

Gerbang masuk ke Monumen dan Museum PETA, dengan pintu masuk ke dalam dua ruangan pamer Monumen dan Museum PETA berada di tengah kiri dan kanan lorong. Di dinding kiri dan kanan lorong terdapat relief yang menggambarkan kegiatan dan tokoh-tokoh PETA.

Relief Para mantan PETA di Monumen dan Museum PETA yang pernah berperan penting dalam percaturan politik dan militer RI, yaitu Supriadi, Sudirman, Soeharto, Umar Wirahadikusumah, Poniman, Drg. Moestopo, Mohamad, Achmad Yani dan Sarwo Edhi Wibowo.

Relief Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan perekrutan dan pendidikan tentara PETA, serta tokoh-tokoh Daidan (Batalion) PETA Blitar, dan Daidan PETA Magelang.

Sebuah diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan suasana saat Bung Karno sedang mengucapkan pidato pada rapat raksasa dihadapan massa rakyat yang memadati lapangan Ikada Jakarta. Dalam rapat raksasa itu, para pemimpin republik dikawal diantaranya oleh BKR Jakarta Raya pimpinan mantan Komandan Peleton PETA M. Moekmin.

Diorama Monumen dan Museum PETA tentang peristiwa penyerbuan Osha Butai Kota Baru oleh BKR Yogyakarta pada Oktober 1945, dipimpin oleh mantan Cudanco PETA Soeharto untuk merebut persenjataan dan perlengkapan militer yang saat itu masih dikuasi tentara Jepang.

Diorama Monumen dan Museum PETA yang menggambarkan saat pimpinan BKR Malang, mantan Cudanco PETA Mutakat Hurip, atas perintah Daidanco Imam Sujai dan Kepala Staf Iskandar Sulaiman sedang mengatur dan mengkonsolidasikan fasilitas kedirgantaraan, yang meliputi hanggar, sejumlah pesawat terbang dan perlengkapan yang direbut lewat pertempuran dan perundingan dengan pihak Jepang di pangkalan udara Bugis Malang.
Dalam pertemuan itu hadir mantan Daidanco Besoeki Soekoco, yang diangkat sebagai Komandan Lapangan didampingi mantan Cudanco Soelam Syamsoen dan mantan Bundanco Soeprantio. Yang disebut terakhir pernah diangkat menjadi Panglima Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) dengan pangkat Marsekal Muda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar